11 September 2006

Tidak simpati demo petani membakar gabah.

Zaman kok semakin edan. Dulu, waktu dulu hidup masih susah, duduk atau menginjak karung beras atau padi saja itu sudah dipantangkan dan tidak boleh oleh orang tua. Kecuali memang sedang menumpuk karung beras atau mengangkutnya. Lha sekarang kok ada yang mengaku petani, membakar gabah hasil panen, hati saya terenyuh, terenyuh akan nasib mereka, juga terenyuh karena gabah berkarung-karung yang dibakar, kok nggak pada ingat sewatu susah!?, itu padi makanan!, masih banyak yang membutuhkan!, apa kita sudah kelebihan makanan!? sehingga membakar gabah!? kwalat kita nanti!. Saya sedih sekali sewaktu menonton beritanya di televisi, hati saya menangis, kenapa ini bisa terjadi.

"Ah, mungkin mereka bukan petani, hanya orang-orang provokator yang tidak mengenal gabah sesungguhnya", hiburku dalam hati, supaya tidak terus teringat akan nasih bangsa ini, petani ko bisa sesombong itu membakar gabah hasil panennya, apa nggak bersukur kepada Yang Maha Kuasa yang telah memberikan rezeki kepada mereka sehingga padi mereka dapat dipanen dan gabahnya berhasil dikumpulkan dalam karung.

Belum lagi habis memikirkan gabah yang dibakar, eh lagi-lagi petani bawang membakar bawang hasil panennya. Berhentilah!!! sebelum kuwalat, marah Tuhan.

Jangankan petani membakar gabah, mereka yang mengaku mahasiswa yang disekolahkan tinggi-tinggi supaya berilmu, eh demo anarkis atau dengan membakar ban, saya tidak setuju. Masak udah sekolah masih goblok, mebakar ban kan nambah polusi, anak SD aja tahu.

Apa nggak sempat lagi untuk berfikir mencari cara-cara yang lebih baik dan menarik simpati orang banyak untuk berdemo?. kita kan manusia diberikan akal untuk berfikir, diberikan mulut untuk bicara, diberikan ilmu dan tangan untuk menulis. Coba deh pikirkan. nggak sulit kok, dan nggak perlu saya ajari, karena sampai dimanalah ilmu yang dimiliki seorang Darojatun. Anda semua lebih pandai... tapi jangan berdemo dengan membakar, membuang atau menyia-nyiakan makanan. jangan mengotori udara dengan membakar ban, udara yang bersih sangat penting untuk kehidupan.

3 comments:

  1. Anonymous5/10/06 15:34

    "Yang di Bakar BUkan GABAH, tapi SEKAM"

    Bapak Darojatun's, ayah saya pernah bercerita tentang beras,gabah dan nasi itu pada zaman penjajahan jepang. beliau saat itu tinggal di kampung Ogan Komering Ilir (OKI) Sumsel. suatu saat saya makan nasi tak habis, karena terburu2 mau pergi. beliau dengan tegas nyatakan habiskan dulu baru pergi. malamnya berceritalah seperti yang bapak tuliskan. sampai saat ini ayah saya tak pernah meninggalkan butir2 nasi dipringnya, diusahakan selalu bersih tak tersisa. dengan mata berkaca2, beliau bercerita bahwa zaman jepang itu begitu lapar, hingga makan akar2an dll.
    yang ingin kami sampaikan, bahwa kampanye menolak impor beras itu bukan membakar gabah yang sesungguhnya, tapi kita dari ormas tani (FSPI) membakar sekam. kita ambil dipenggilingan padi dari karawang. (liat saja photo diweb www.fspi.or.id, teman2 membawa beberapa karung sekam dengan entengnya. berbeda dengan gabah pasti lebih berat). mudah2an orang2 yang peduli seperti Bapak Darojatun makin banyak. amin
    semoga penjelasan ini bisa menenangkan hati bapak.

    salam hormat saya,
    Achmad Ya'kub

    ReplyDelete
  2. Terima kasih atas penjelasannya. Syukur Alhamdulillah kalau begitu yang sesungguhnya.

    ReplyDelete
  3. o ya main2 ke blog saya,
    http://ayakub.blogspot.com

    trims

    ReplyDelete